Padahal arsitek kota kan banyak banget, yang ahli udah ngak keitung, soal budget boleh mepet tapi nyatanya meskipun sudah di korupsi sana sini tetep saja negara kita bisa beroperasi. Jadi balik lagi kok permasalahan dalam penerapan tata ruang wilayah ngak beres beres yah?
photo via trindonesiaCoba inget deh, seperti apa pemukiman disetiap kota besar terkotak kotak. Yang jika dilihat sekilas saja sudah sangat ketara.
Ruang tata kota yang tidak merata, ada pemukiman yang sarat fasilitas dibalut ruas jalan yang lengang sementara pemukiman yang lainnya ruang jalan kecil (gang) bahkan tidak jarang berujung jalan buntu, fasilitas minim, ruang ruang hiburan dekat dengan fasilitas ibadah, pokoknya amburadul.
img credit: cafeberitaonlineKemudian pernah kah Anda terpikir, jalur rel kereta yang melintang seakan membelah kota juga sering jadi sebab kemacetan?
Padahal di negara yang katanya punya materi maju seperti jepang atau bahkan malaysia umum diterapkan rel kereta memiliki jalur khusus yang tidak menghambat arus traffic penduduk dalam kota.
Ternyata, jawabannya ada di… Sejarah tentang bagaimana perencanaan ruang tata kota dulu diterapkan bangsa penjajah kolonial protestan belanda. Seperti apa lengkapnya?
Yuk kita ungkap rahasianya
img credit: Boombastis.comTernyata pembangunan tata kota, diberbagai kota besar di pulau jawa tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan keuntungan dari politik tanam paksa.
Lewat aksi terorisme dalam bentuk tanam paksa ini kerajaan protestan belanda sanggup melunasi hutang biaya meghadapi perang di eropa sekaligus perang di nusantara seperti perang Diponegoro, Perang Banten, atau Perang Padri. Bukan hanya melunasi bahkan surplus besar besaran
Keuntungan tanam paksa antara 1831 – 1877 M saja, sekurang nya mencapai ƒ823.000.000. Keuntungan besar yang didapat bukan saja mengharuskan petani nusantara untuk melacurkan sawahnya tapi juga para petani muslim harus rela dipindahkan. Tujuannya?
Pemindahan para warga muslim terkhususnya petani dimaksudkan untuk memperlemah potensi ulama. Berdasarkan teori perang Carl von Clausewitz, tujuan utamanya adalah the desctruction of the enemy’s forces (penghancuran kekuatan lawan), sekaligus penaklukan wilayahnya. Lewat memotong basis suplai diporak porandakan.
Peletakan dasar perencanaan ruang tata kota di Nusantara
img src: Historia.idTernyata sebagian kecil keuntungan dari tanam paksa digunakan untuk melanjutkan strategi pembangunan tata kota dipulau jawa yang pernah diletakan dasarnya oleh Goebernoer Djendral Daendels dari Perancis. Seperti apa?
Yakni strategi pemisahan wilayah berlandaskan agama seperti halnya di eropa.
Negara dibagi wilayahnya berdasarkan perjanjian Augsburg yang mengakhiri perang agama antara Protestan melawan Katolik, 1555M dengan bunyi cujus regio ejus religio atau satu wilayah satu agama.
Point yang menarik adalah, jika sesama Salib saja tidak bisa akur untuk tinggal dalam satu wilayah, tidak dapat bertoleransi sebagaimana dahulu Islam berdiri tegak di Baghdad dan Al-Andalus maka otomatis bisa Anda bayangkan tindakan kerajaan Protestan Belanda di Nusantara dalam menghadapi Islam.
Strategi perencaan ruang tata kota di pulau jawa dibelah menjadi tiga wilayah agama yaitu Wilayah penjajah Protestan dan Wilayah penjajah katolik yang berhadapan dengan Wilayah Pribumi Islam.
Perencaan ruang tata kota yang diterapkan tidak dapat dilepaskan dari upaya pelestarian penjajahan atau pertahanan politik Kristenisasi. Sehingga diharapkan mampu melumpuhkan kekuasaan politik, ekonomi, dan sosial budaya Islam yang telah mengakar sejak era Ustman ibn affan dan berlanjut ke abad 13 M.
Wilayah Hunian Penjajah
Inti pentataan kota, lebih diutamakan di wilayah hunian penjajah. Diracik sedemikia rupa sehingga tata letak antar gedung satu dengan yang lainnya dihubungkan dengan jalan-jalan yang bermuara ke stasiun kereta api, pelabuhan atau bandara. SISTEMATIS ABISS!!
Dengan hasil tanam paksa pemukiman penjajah ditunjang dengan sistem riol dari rumah ke rumah, dan kantor sehingga terhindar kesan kumuh dan terhindar bahaya banjir.
img credit: RonikitaSistem Riol (riool): adalah pipa yang digunakan untuk menyalurkan air limbah
Sebaliknya untuk wilayah hunian pribumi Islam, diletakan di belakang kabupaten yang tidak memiliki perencanaan menyeluruh baik jalan jalannya, ruas ruas gangnya, letak perumahannya, tempat ibadah, madrasah, hingga pasar.
Karenanya ditempat pribumi sering dijumpai adanya pasar kaget yang letaknya dipinggir jalan, hal ini karena tidak adanya fasilitas permanen seperti pasar di wilayah hunian penjajah.
Persis seperti pertanyaan diawal diskusi kita diatas, Akibat tidak ada perencanaan menyeluruh otomatis, memungkinkan adanya jalan buntu.
Bagaimana dengan sistem riol?
Untuk dihunian pribumi tidak mengenal/disengaja untuk tidak dibangun sistem riol, sehingga kesan kumuh. Hal ini masih ditambah lagi tempat permbuangan riol dari hunian penjajah disalurkan ke hunian pribumi muslim. Sadiss
Coba kamu ingat ingat, wilayah mana yang saat ini dikotamu memiliki sistem riol dan disalurkan ke hunian mana?
Pemisahan Wilayah dibagi ala eropa
Penyesuaian pembagian wilayah diantara sesama terroris (penjajah) dilakukan berdasarkan wilayah di eropa. Terpisah secara fisik antara katolik dan kerajaan protestan yang ditandai dengan pusat pemerintahan yang berstatus balai kota.
Balai kota biasanya akan diapit dua gereja masing masing Protestan dan Katolik.yang dibangun berseberangan dan didirikan dekat dengan jalan kereta api atau stasiun kereta.
Contohnya, kita bisa melihat pemerintahan provinsi Jakarta. Di dekat stasiun Gambir terdapat Gereja protestan dan tidak begitu jauh terdapat Gereja Katolik yang keduanya dapat dikatakan berjarak dekat lokasi kantor Goebernoer Djendral (Kini menjadi Istana Negara).
Contoh lainnya, coba lihat stasiun kereta api Bogor, disekitarnya terdapat gereja katolik dan gereja Protestan lengkap beserta sekolahannya. Kedua gereja tadi pun berjarak dekat dengan Kebun raya dan Istana Negara saat ini.
Nah, coba Anda bayangkan bagaimana dengan Bandung?
Kereta Api Sebagai Benteng Stelsel
image credit : adhikurniawan.comBerbekal teori daratan dari Mc Kinder tidak hanya berfungsi sebagai alat transformasi ekonomi, melainkan dapat difungsikan sebagai benteng stelsel.
Benteng stelsel artinya berfungsi utama sebagai penunjang mobilitas serdadu sekaligus mempersempit ruang gerak perlawanan. Yang dalam penerapannya di nusantara, berarti mempersempit ruang gerak Ulama dan Santri.
Bagaimana penerapan benteng stelsel?
Jalan kereta api dibangun dengan jarak stasiun dari stasiun induk ke stasiun kota satelit berikutnya berjarak 4 km (Bandung – Andir), 11 km (Bandung – Cimahi) dan selanjutnya per 15 km (Bandung – Padalarang).
Untuk penerapan Benteng Stelsel dibangunlah Jalan Kereta Api diseluruh Pulau Jawa, yang membentang seakan akan “Belalai Gurita”.
Diluar pulau Jawa, tepatnya di Sumatra, hanya terdapat di Lampung dan Sumatra Selatan serta Sumatra Utara dan Aceh. Lebih difungsikan sebagai pemutus hubungan daratan dengan lautan dan aktivitas niaga Ulama dan Santri.
Bagaimana Pola Operasi Benteng Stelsel?
Operasi serdadu belanda yang menggunakan jasa kereta api, berangkat dari Cimahi. Kemudian melewati Gudang Utara dan Gudang Selatan, untuk mengisi logistik sebagai perbekalan logistik. Selanjutnya menuju stasiun kereta api Cikudapateuh untuk mengisi minyak dari tangki minyak di Jalan Samoja plus kelengkapan senjata.
Hunian Arab dan Cina Sebagai…
Mengenaskan! rupanya hunian Arab dan China difungsikan sebagai bemper. Secara geografis hunian Arab dan China ditempatkan sebagai pembatas antara pribumi dengan hunian penjajah. Bila terjadi serangan atau aksi massa otomatis harus terlebih dulu melewati hunian Arab dan China
Pasar tahunan (Jaarburs) sebagai tempat pemasaran komoditi ekspor. Pasar untuk etnis China terdapat di wilayah penjajah. Sedangkan pasar pribumi terpisah di wilayah pribumi pula. Coba cek, apakah pasar baru terletak dekat dengan komplek pecinan?
Seharusnya Pasar Baru tidak jauh dari rumah Residen, yakni rumah tinggal Gubernur Jawa Barat sekarang.
Wilayah Hunian Pribumi
Wilayah pribumi Islam ditandai dengan adanya Kabupaten, Misalnya kota Bandung, terletak di jalan Dalem kaum Bandung. Menghadap ke arah gunung Tangkuban Perahu. Sementara untuk kota Yogyakarta menghadap ke arah Gunung Merbabu Merapi.
Sebagai bagian dari Benteng Stelsel, tanda pemisah kedua wilayah antara wilayah pribumi Islam dan wilayah penjajah ditandai dengan adanya jalan kereta api yang membelah keduanya.
Di era penjajahan, di sebelah timur Alun alun tidak jarang terdapat Bioskop, yang berfungsi sebagai penggoda atau pencegah ummat untuk rajin(kuantitas) beribadah. Minimal kualitas ibadahnya terganggu.
Di bulan Ramadhan, fungsi Alun alun diubah menjadi tempat pasar malam sebagai pesaing masjid, bahkan dibiasakan berbagai acara hiburan dan judi kecil kecilan terdapat didalamnya. Goalnya agar situasi sakral bulan Ramadhan diubah menjadi sekuler.
Bagaimana dengan Gereja?
Jika di sebelah Masjid ada Madrasah, sedangkan di sebelah gereja ada sekolahan. Pembedanya di sekitar gereja tidak terdapat Bioskop, sekalipun untuk orang kulit putih atau tempat hiburan lainnya serta hotel. Maksudnya agar situasi sakral dari gereja tetap terjamin oleh sistem perencanaan ruang tata kota pemerintahan kolonial Belanda.
Jadi…
Dimana posisi Anda tinggal saat ini?
Sudahkah memiliki sistem riol atau justru menjadi target pembuangan riol?
Terakhir, agar perencanaan ruang tata kota yang baik perlukah dasar dasar yang diterapkan Daenles diubah?
Sumber: Buku Api Sejarah